Senin, 24 Juni 2013

Menikah Memuliakan Sunnah



Menikah adalah dambaan setiap insan yang ingin meneladani kehidupan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Sallam. Begitu pentingnya menikah, Nabi Shallallahu ’alaihi wa Sallam sampai berpesan kepada kita dalam salah satu sabdanya:
“Menikah adalah Sunnahku, barang siapa tidak mengamalkan Sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa karena puasa itu merupakan tameng.” (H.r. Ibnu Majah)
Berbahagialah, bagi kita yang telah menjalankan Sunnah beliau. Bagi yang belum, maka jangan berputus asa. Teruslah mencari dan perbaikilah diri agar seseorang yang telah disiapkan untuk kita adalah sesosok insan yang terbaik menurut Sang Pencipta. Kalaupun tetap tak bersua, maka kegigihan kita dalam mencari dan bersiap diri—insya Allah—tetaplah menjadi kebaikan yang mulia di sisi Rabb ’Azza wa Jalla. Karenanya, berbahagialah!

Dalam antologi ini, ada banyak kisah yang—insya Allah—sangat menginspirasi kala menyiapkan, menapaki, hingga menjalani hari-hari dalam bingkai sakral nan suci bernama pernikahan. Ada petuah dari Ustadz Mohammad Fauzil Adhim; ada nasihat dari Ustadz Salim A. Fillah; ada motivasi dari Ustadz Solikhin Abu Izzuddin; ada inspirasi dari Ustadz Muhaimin Iqbal (Owner Gerai Dinar), juga ada wejangan dari ustadz-ustadz lainnya; Ustadz Umar Hidayat, Ustadz Wahyudin, Ustadz Jauhar al-Zanki, Ustadz Mas Udik Abdullah, Ustadz Fadlan Al-Ikhwani, Ustadz R.h. Fitriyadi, Ustadz Muhammad Fatan Fantastik. Akhirnya, selamat membaca dan semoga Anda menemukan inspirasi dalam antologi ini.

Penulis : Mohammad Fauzil Adhim, Salim A. Fillah, Dkk
Halaman : 184
Dimensi : 11x19,50 cm
Berat : 200 gram

Baitul Maal wat-Tamwil Sebagai Solusi Pembiayaan UMK



Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dalam sepuluh tahun terakhir jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia mencapai lebih dari 51,26 juta unit. Diperkirakan, jumlah ini akan terus bertambah, mengingat prospek dan keunggulan Usaha Mikro Kecil (UMK) dalam menggerakkan ekonomi masyarakat serta tahan terhadap ancaman krisis sudah teruji.
Pembiayaan sangat dibutuhkan untuk mendukung permodalan dan pengembangan sektor riel. Meskipun hal ini telah dirasakan fungsinya di Indonesia terutama dalam konsep perbankan, baik yang berbentuk konvensional maupun syariah. Namun sayangnya dalam praktiknya di lapangan belum menyentuh sektor Usaha Mikro Kecil (UMK), mulai dari pedagang kaki lima hingga pedagang-pedagang yang berada di pasar tradisional. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jenis usaha, aset dan pola administrasi usaha yang dimiliki oleh pelaku usaha pada sektor UMK. Padahal jika diperhatikan secara seksama sebenarnya secara keseluruhan prosentase UMK jauh lebih besar dari usaha-usaha menengah dan besar di pasar Indonesia; dan merupakan potensi besar dalam perekonomian yang jika dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu akan menguatkan sektor riel dan menggerakan perekonomian Indonesia yang nantinya berujung pada berkurangnya kemiskinan dan meningkatnya kwalitas hidup masyarakat.

Keterbatasan terhadap akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan disebabkan karena bank memandang bahwa UMK tidak bankable (tidak layak –pen). Kondisi ini menyebabkan para pelaku usaha mikro kecil terpaksa bergantung pada sumber-sumber pembiayaan informal, mulai dari, rentenir, unit-unit simpan pinjam, koperasi, bank gelap dan bentuk-bentuk yang lain.

Untuk itu diperlukan lembaga keuangan yang fleksibel, baik dalam hal persyaratan, jumlah pinjaman minimal dan mekanisme pencairan kredit yang tidak serumit yang diharuskan oleh perbankan. Nah, salah satu jawaban dari permasalahan ini adalah Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau yang lazim disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

Konsep Baitul Maal wat Tamwil sendiri bukanlah hal yang baru dalam khasanah Islam. Pada fase awal Islam, terutama era kekhalifahan Umar bin Khattab, Baitul Maal sudah membiayai sarana dan prasarana umum, seperti pembangunan jalan raya, jembatan dan irigasi pertanian. Seperti yang dijelaskan oleh Agustianto, bahwa konsep BMT di Indonesia sudah bergulir lebih satu dekade. Konsep ini telah banyak mengalami pembuktian-pembuktian dalam ‘mengatasi’ dan mengurangi kemiskinan. Peran lembaga ini untuk mengurangi angka kemiskinan sangat strategis, mengingat lembaga perbankan belum mampu menyentuh masyarakat akar rumput (fakir, miskin dan kaum dhu’afa lainnya). Akses mereka terhadap perbankan sangat kecil, bahkan hampir tak ada sama sekali. Mereka juga tidak punya agunan dan tidak pandai membuat proposal.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVSQafYeEsQ1E-DiEfRYTp8wRYc3nygyqUDDOtE2lj0DchL4PdUOl4X6cntuiMW3JNB5gxRa-wFXcHwkEhse3CQ5K7fD-X5DYfxCuxOwvmRR9zxT6a-ap1-5ovcbO9lQSsRxomErJghhI/s320/kertek2_permodalanbmtcom_bw.jpg
Dalam kegiatan bisnisnya Baitul Maal wat Tamwil (BMT) memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah itu sendiri adalah aturan/perjanjian bisnis yang berdasarkan hukum Islam antara satu pihak dengan pihak lainnya untuk penyimpanan dan/atau pembiayaan kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan pilihan pemindah kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtiqna),”.

Berbeda dengan perbankan, selain menerapkan persyaratan administratif yang relatif lebih mudah, produk jasa keuangan BMT dinilai lebih beragam dan mampu menjangkau sektor mikro kecil dengan skala pinjaman yang rendah di bawah Rp. 2 juta, bahkan pada skala pinjaman yang hanya dalam besaran ratusan ribu saja yang umumnya dipandang tidak menarik bagi bank.

Sesuai dengan namanya, kegiatan ekonomi Baitul Maal wat Tamwil tidak melulu dalam kegiatan bisnis (at-Tamwil) saja, namun berperan juga dalam kegiatan sosial (Baitul Maal). Kegiatan sosial ekonomi BMT dilakukan dengan  gerakan zakat, infaq sedeqah dan waqaf. Hal ini merupakan keunggulan BMT dibandingkan yang lain. Dengan menggunakan dana ZISWAF ini, BMT memberikan pinjaman kebajikan (qardhul hasan). Qardhul hasan sendiri pada prinsipnya adalah pinjaman yang baik yang diberikan kepada yang tidak mampu atau yang terlilit banyak hutang dengan tujuan untuk usaha. Sehingga dana ini tidak perlu membutuhkan jaminan dan tidak boleh memberikan imbalan/manfaat atas pinjaman dana tersebut.

Kemudahan akses dan prinsip syariah inilah yang menjadikan BMT lebih unggul daripada lembaga perbankan dan dapat menjadi solusi bagi sulitnya masalah pendanaan bagi pelaku usaha mikro kecil. Diharapkan dengan adanya BMT sektor Usaha Mikro Kecil dapat terus berkembang, sehingga akan terbuka banyak lapangan kerja yang akan berujung pada berkurangnya kemiskinan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Wallahu A'lam Bishawab [MAK]

Memahami Akad-Akad dalam Perbankan Syari'ah



Diantara akad-akad pembiayaan syariah yang populer dewasa ini dalam sistem perbankan kita terbagi berdasarkan beberapa kriteria, yaitu:
•    Berdasarkan prinsip titipan atau sinpanan (Depository)
•    Berdasarkan prinsip bagi hasil (Profit sharing)
•    Berdasarkan Prinsip Jual-Beli (Sale and Purchase)
•    Berdasarkan Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
•    Berdasarkan Prinsip Jasa (Fee-Based Services)

A.    Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository)
AL-WADI’AH
•    Pengertian:  Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yang bukan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadi’ah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tsb dan yang dititipi menjadi penjamin pengembalian barang titipan.
•    Landasan Syari’ah:
1.    “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisaa: 58).
2.    Abu Hurairah meriwayatkan bhw Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim).
3.    Ijma para ulama terhadap legitimasi al-wadi’ah krn kebutuhan manusia thd hal itu sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatiha.
B.    Prinsip Bagi Hasil (Profit-Sharing)
1.    AL-MUSYARAKAH (PARTNERSHIP, PROJECT FINANCING PARTICIPATION)
•    Pengertian: Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
•    Landasan Syariah:
1.    “…maka mereka berserikat pada sepertiga…” (QS. An-Nisa: 12)
2.    Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya” (HR. Abu Dawud dan Hakim)
3.    Ijma para ulama sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni telah berkata, “Kaum muslimin telah berkonsensus  terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya”.
•    Jenis-jenis al-Musyarakah:
1.    Syirkah al-‘Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan.Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.
2.    Syirkah Mufawadhah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3.    Syirkah A’mal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerjasama dua orang arsitek utk menggarap sebuah proyek atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-Musyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.
4.    Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tsb secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tsb. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang.
2.    AL-MUDHARABAH (TRUST FINANCING, TRUST INVESTMENT)
•    Pengertian: Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tsb.
•     Landasan Syariah:
1.    “…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari mencari sebagian karunia Allah SWT…” (QS. Al-Muzammil: 20).
2.    Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdil Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas pada dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya”. (HR. Thabrani).
3.    Ijma para Sahabat sebagaimana dikutip oleh Imam Zaila’i, beliau menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah.
•    Jenis-jenis al-Mudharabah:
a.    Mudharabah Muthlaqah: adalah bentuk kerjasama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan  fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul mal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b.    Mudharabah Muqayyadah: adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
3.  AL-MUZARA’AH (HARVEST-YIELD PROFIT SHARING)
•    Pengertian: Al-Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) hasil panen. Al-Muzara’ah seringkali diidentikan dengan mukhabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut. Muzara’ah: benih dari pemilik lahan, sedangkan mukhabarah: benih dari penggarap.
•    Landasan Syariah:
1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.
2. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jbir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara muzara’ah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3 , 1/4:3/4 , 1/2:1/2, maka Rasulullah pun bersabda: “Hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap. Barangsiapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya”
3. Ijma. Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu ja’far: “Tidak ada satu rumahpun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdil Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar dan keluarga Ali”.
4. AL-MUSAQAH (PLANTATION MANAGEMENT FEE BASED ON CERTAIN PORTION OF YIELD)
•    Pengertian: Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
•    Landasan Syariah:
1. Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.
2. Ijma. Telah berkata Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husein bin Ali bahwa Rasulullah     SAW telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai penggarap dan pemelihara atasdasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar, Ali, serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio 1/3 dan 1/4. Semua telah dilakukan oleh Khulafa ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan semua pihak telah mengetahuinya, tetapi tak ada seorangpun yang menyanggahnya. Berarti, ini adalah suatu ijma sukuti dari umat.

www.rumahzakat.org

Rabu, 12 Juni 2013

Bekal #Nikah Bag.2

55. Selanjutnya, persiapan Maliyah (finansial), ini yang paling sering menghantui & membuat ragu sepertinya. Padahal ianya sederhana. #Nikah

56. Yang tepat bicara persiapan Maliyah ini sebenarnya Ust. @ahmadgozali, izinkan Salim lancang singgung sedikit dgn ilmu nan dangkal #Nikah

57. Konsep awal; tugas suami adalah menafkahi, BUKAN mencari nafkah. Nah, bekerja itu keutamaan & penegasan kepemimpinan suami. #Nikah

58. Ingat & catat: Persiapan finansial #Nikah sama sekali TIDAK bicara tentang berapa banyak uang, rumah, & kendaraan yang harus anda punya.

59. Persiapan finansial #Nikah bicara tentang kapabilitas hasilkan nafkah, wujudnya upaya untuk itu, & kemampuan kelola sejumlah apapun ia.

60. Maka memulai per #nikah-an, BUKAN soal apa anda sudah punya tabungan, rumah, & kendaraan. Ia soal kompetensi & kehendak baik menafkahi.

61. ‘Ali ibn Abi Thalib memulai #Nikah bukan dari nol, melainkan minus: rumah, perabot, dll dari sumbangan kawan dihitung hutang oleh Nabi.

62. Tetapi ‘Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma. #Nikah

63. Maka sesudah kompetensi & kehendak menafkahi yang wujud dalam aksi bekerja -apapun ia-, iman menuntun: #Nikah itu buat kaya (QS 24: 32)

64. Agak malu, Salim juga minus saat nikah; hutang yang terrencanakan terbayar dalam 2 tahun menurut proyeksi hasil kerja saat itu. #Nikah

65. Tetapi Allah Maha Kaya, dan #Nikah menjadi pintu pengetuknya. Hadirnya isteri menjadi penyemangat; hutang itu selesai dalam 2 bulan.

66. Buatlah proyeksi nafkah #Nikah secara ilmiah & executable, JANGAN masukkan pertolongan Allah dlm hitungan, tapi siaplah dgn kejutanNya;)

67. Kemapanan itu tidak abadi. Saya memilih #Nikah di usia 20 saat belum mapan agar tersiapkan isteri untuk hadapi lapang maupun sempitnya;)

68. Bahkan ketidakmapanan yang disikapi positif menurut penelitian Linda J. Waite (Psikolog UCLA), signifikan memperkuat ikatan cinta #Nikah

69. Ketidakmapanan nan dinamis menurut penelitian Karolinska Institute Swedia, menguatkan jantung, meningkatkan angka harapan hidup. #Nikah

70. Karolinska Institute: kemapanan lemahkan daya tahan jantung thd serangan. Di Swedia, biasanya yang kena infark langsung wafat PNS #Nikah

71. Sebuah per #Nikah-an yang utuh punya visi & misi kemasyarakatan untuk menjadi pilar kebajikan di tengah kemajemukan suatu lingkungan.

72. Untuk itu, mereka yang akan me #Nikah hendaknya mengasah keterampilan sosialnya jauh-jauh hari, sekaligus sebagai bagian pendewasaan.

73. Membiasakan mengkomunikasikan prinsip-prinsip nan diyakini terkait per #Nikah-an & kehidupan kepada Ortu bisa jadi bagian dari latihan.

74. Prinsip Quran tentang hubungan dengan Ortu ialah ‘persahabatan’, Wa Shaahibhuma (QS Luqman 15). Gunakan itu untuk dewasakan diri. #Nikah

75. Maka kadang Salim menilai kedewasaan kawan yang ingin me #Nikah dengan keberhasilannya untuk komunikasikan prinsip pada Ortu scr ma’ruf.

76. Persiapan kemasyarakatan: kumpulkan modal sosial sebanyak-banyaknya; bahasa, ilmu sosio-antropologis, kelincahan organisasi, dll. #Nikah

77. Per #Nikah-an kita harus hadir sbg pengokoh kebajikan masyarakat, bukan beban ataupun pelengkap-penderita. Utama lagi, jadi pelopor.

78. Mulailah dgn perkenalan berkesan pada lingkungan. Saat walimah nanti; tetangga rumah tinggal setelah #Nikah adl yg plg berhak diundang.

79. Jika harus pindah tempat tinggal, mulai jg dgn perkenalan. Pr tokoh: datangi silaturrahim. Masyarakat umum: undang tasyakuran. #Nikah

80. Stl itu, target besarnya adl menjadikan pintu rumah kita sbg yang plg pertama diketuk saat masyarakat sekitar memerlukan bantuan. #Nikah

81. Tentu berat menopangnya sendiri. Mk yang harus kita punya bkn hanya ASET, melainkan juga AKSES. Bangun jaringan slg menguatkan. #Nikah

82. Ilmuilah bgmn cr menguruskan jaminan kesehatan miskin, beasiswa tak mampu, biaya RS, mobil jenazah gratis, dll DEMI TETANGGA KITA #Nikah

83. Tampillah sbg yang penting & bermanfaat dlm hajat-hajat kebahagiaan maupun duka tetangga, juga rayaan-rayaan sosial-masyarakat. #Nikah

84. Tampillah sbg yang terbaik sejangkau suai kemampuan; Imam Masjid, muadzin, Guru TPA, Bendahara RT, Ketua RW, Pendoa jenazah, dst #Nikah

85. Tampillah sbg nan paling besar kontribusi dlm kebaikan-kebaikan sosial: Agustusan, Syawalan, Kerja Bakti, Arisan, Pengajian, dst #Nikah

86. Ringkas kata untuk persiapan sosial #Nikah ini adalah bermampu diri utk menjadi pribadi & keluarga yg AMAN, RAMAH, BERMANFAAT :-)#Nikah

87. Tuntaslah KulTwit Persiapan #Nikah yg diambil dr bagian awal buku Bahagianya Merayakan Cinta #BMC

http://follow4ku.wordpress.com