Kamis, 06 September 2012

Catatan Sederhana tentang Imam Syafi'i


Catatan Sederhana tentang Imam Syafi'i
Oleh. Muh. Faudzil Adzim
Membaca manaqib (biografi) Imam Syafi'i yang ditulis oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, semakin terasa betapa jauhnya sosok itu. Bertanya-tanya, masih adakah orang yang benar-benar bercermin kepadanya? Kelurusan 'aqidahnya, kehati-hatiannya dan kecintaannya kepada syari'at.

Semakin mempelajari manaqib (biografi) Imam Syafi'i, terasa semakin asing sikap, pend
apat, teladan dan kezuhudannya di negeri ini. Andaikata pendapat-pendapatnya diungkapkan, adakah muslimin di negeri ini mnghormatinya? Padahal negeri ini mayoritas mengaku Syafi'iyah. Teringat saat pulang kampung dan bertanyalah saya kepada seorang sahabat yang menyatakan dirinya 100% Syafi'iyah tulen, "Kapan terakhir nama Imam Syaf'i disebut saat berpendapat?" Sahabat ini kaget. "Apakah Ente akrab dengan pendapat dan manhajnya?" Termangu lagi. Bagaimana mungkin seseorang menganggap dirinya Syafi'iyah sedangkan terhadap yang berjilbab besar, ia merasa risih dan mencurigainya? Bagaimana mungkin seorang yang merasa dirinya Syafi'iyah dapat membiarkan istrinya tidak menutup aurat dengan sempurna? Sangat bertentangan. Bagaimana mungkin seseorang merasa dirinya mengikuti pendapat Imam Syafi'i sementara kuburan ditembok tinggi dan menjadi bangunan? Kubur Hadratusy-Syaikh Hasyim Asy'ari adalah contoh yang sesuai dengan sikap Imam Syafi'i. Tidak ditembok, tidak dibangun. Nyaris rata dengan tanah. (Saya tidak tahu sekarang, masih seperti itu ataukah tidak)
Bagaimana mungkin seseorang merasa dirinya Syafi'iyah jika ia meninggalkan jama'ah ketika imam Subuh tidak qunut? Padahal, tatkala Imam Syafi'i mengimami shalat di masjid yang tak jauh dari makam Imam Abu Hanifah, beliau meninggalkan qunut untuk hormati Imam Abu Hanifah.

Uff! Maafkan saya, pembicaraan melebar dari manaqib (biografi) kepada pendapat Imam Syafi'i. Semoga kita dapat bercermin darinya. Sikap Imam Syafi'i sangat menarik, mengingat Imam Abu Hanifah wafat bertepatan dengan saat kelahiran Imam Syafi'i. Jadi, keduanya tak pernah bertemu. Perbincangan ini bukanlah soal pemihakan terhadap madzhab, tetapi terutama terkait dengan konsistensi bersikap dan berkeyakinan. Bahwa tidak pantas seseorang mengaku pengikut Imam Syafi'i, sementara sikap dan perilakunya justru sangat bertentangan dan bahkan bersikap sinis terhadap mereka yang melaksanakan qaul (pendapat) Imam Syafi'i sebagai usaha untuk berislam dengan lebih baik.
Sama anehnya dengan seorang muslim yang dengan mantap berkata bahwa ia berpegang pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, tapi ia tak mengenal keduanya. Bagaimana kita akan hidup dengan Al-Qur'an jika bacaannya saja tidak kita kenali? Bagaimana kita akan berpegangan pada Al-Qur'an jika hati ini jauh darinya? Omong-omong, sudah baca Al-Qur'an hari ini?

Allah Ta'ala berfirman, "
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم" "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad SAW.), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." QS. 3 : 31.
Jalan cinta kepada Allah 'Azza wa Jalla adalah tunduk mengikuti tuntunan Rasulullah Muhammad SAW. Maka, sudahkah kita mengenalnya? Bagaimana mungkin kita akan mengikuti Nabi SAW. jika tak mengenal sunnahnya, tak mengenal tutur katanya. Maka, marilah sejenak kita bertanya, sudahkah kita membaca hadis Nabi SAW. hari ini? Dan apakah kita merenunginya?

Imam Syafi'i mengingatkan, “Setiap masalah yang di sana ada khabar shahih (hadis) dari Rasulullah (SAW), menurut para ahli (hadis), dan ia bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.”

Ketika seseorang datang menemui Imam Syafi'i dan menanyakan tentang hadis Nabi SAW. serta pendapatnya tentang hadis tersebut, Imam Syafi'i berkata: “Langit mana yang akan menaungiku dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkn hadis Rasulullah SAW kemudian aku berpendapat lain…!?
***Catatan: sebagaimana status saya bertajuk Zurtum, Fitnah maupun Atas Setiap Kata, tulisan sederhana ini awalnya juga merupakan tweet saya yang dirapikan dan disusun ulang oleh saudara kita seiman R.H. Sani. Saya mengcopynya dari link yang sama dengan status saya bertajuk Zurtum, dll.
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar